Minggu, 19 Mei 2013

Utuslah aku

Reddys Kennedy Hutagalung Saya bukanlah lulusan teologia, masuk saja tidak pernah. Hidup saya di masa lalu bergelimang dosa dalam berbagai bentuk.

Saya sangat jarang membaca Alkitab, paling di Gereja saja, itu juga tidak setiap minggu saya jalani. Saya jarang berdoa, sangat t
idak teratur. Ketika saya mencoba, terkadang saya tertidur di saat berdoa, dan amin-nya baru besok pagi.

Tidak heran jika saya bingung dan ragu ketika saya diminta Tuhan untuk melayani lewat Facebook. Saya berkata, "Tuhan, serius dong... apa mungkin saya bisa? Apa nggak mending pedeta saja atau siswa sekolah teologia?"

Dan kata-kata yang terdengar dalam hati saya waktu itu sangat jelas:

"Aku tidak bertanya bisa atau tidak, tapi mau atau tidak. Karena bukan kamu yang bekerja, tapi Aku."

Dan saya memutuskan untuk taat. Saya merasa begitu banyak hidup saya yang tersia-siakan karena dulu saya hanya bergantung pada kekuatan saya sendiri.

It's time for a turning point. This time I'll listen to Him and let Him decide whatever best for me. Itu yang menjadi tekad saya.

Saya mau belajar percaya, mau belajar patuh dan mau menyerahkan perjalanan hidup saya ke depan bersama Dia.

Dan hari ini saya cuma mau berucap syukur. Tuhan, Engkau luar biasa di dalam hidupku.

Begitu kuatnya keberadaan Tuhan dalam hidup saya, sehingga saya bisa meninggalkan segala kekhawatiran mengenai masa depan, saya tidak perlu takut atau ragu, karena saya tahu ada Tuhan yang bertahta di atas segala sesuatu yang saya lakukan, dan hidup yang saya jalani bersama istri saya.

Berbagai keajaiban yang lewat nalar manusia rasanya tidak mungkin, terjadi berkali-kali. Mukjizat kesembuhan, teguran-teguran, hikmat dan banyak lagi bentuk kemuliaanNya hadir dalam hidup saya.

Jika sekarang saya boleh merasakan sukacita dan damai sejahtera, itu karena tidak ada lagi rasa khawatir untuk hari depan, sebab Tuhan dalam hidup saya. Haleluya!

Musa ternyata pernah mengalami keraguan yang sama ketika ia diutus Tuhan. Musa saat itu sudah tidak muda lagi. Maka ketika Tuhan tiba-tiba memanggilnya dikala Musa sedang menggembalakan domba-domba mertuanya, Yitro, Musa pun bingung. Banyak pertanyaan hadir di benaknya.

"Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11).

Jawab Tuhan: "Bukankah Aku akan menyertai engkau?" (ay 12).

Musa kembali bertanya, dan kemudian Tuhan menjawab:

"AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kau katakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." (ay 14).

Dalam bahasa Inggrisnya lebih tegas:

"I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE."

Serangkaian pertanyaan masih dikemukakan Musa yang saya yakin saat itu sedang kebingungan. Dia kemudian menyadari keterbatasan kemampuannya.

"Lalu kata Musa kepada TUHAN: "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." (4:11).

Jika mengacu dari versi bahasa Inggris, kelihatannya Musa memiliki masalah dalam berbicara:

"..for I am slow of speech and have a heavy and awkward tongue."

Tapi lihatlah jawaban Tuhan:

"Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kau katakan." (ay 11-12).

Ya, bukan kemampuan Musa yang menentukan, namun kuasa Tuhanlah yang memampukan.

Sepanjang berbagai kisah dalam Alkitab, Tuhan berulang kali membuktikan bahwa Dia sanggup memakai siapapun. Mulai dari gembala hingga pembantai orang Kristen, mulai dari anak-anak, wanita hingga orang tua, orang berdosa, pemungut cukai, nelayan, pelacur, semua bisa diubahkan Tuhan menjadi saluran berkatNya.

Paulus yang punya latar belakang pembantai orang Kristen, bisa diubahkan begitu luar biasa dalam sesaat. Tuhan berkata padanya:

"Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 2:9)

Dia kemudian sampai pada satu kesimpulan, bahwa dalam kelemahannya-lah dia menjadi kuat. (2 Korintus 12:10).

Kelemahan kita, ketidakmampuan kita, keterbatasan kita, kekurangan kita, bahkan ketidaklengkapan kita sekalipun bisa dipergunakan Tuhan untuk menyatakan kuasaNya.

Tuhan mampu memenuhi kita dengan kekuatan sehingga Dia bisa mempergunakan segala keterbasan kita untuk hal yang baik.

Dalam segala keterbatasan kita, datanglah pada Tuhan dan berpeganglah padaNya. Kita akan terus bertumbuh dalam kekuatan, semangat, dan sukacita jika kita terus membangun hubungan dengan Bapa di Surga.

Semua tergantung seberapa besar kita mau taat, seberapa besar kita mau mematuhi dan menuruti kehendakNya bagi hidup kita.

Tidak harus super sarjana untuk berhasil dalam hidup, tidak harus jadi super pendeta untuk mampu melayani. Kita semua bisa dipakai Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya.

Berbagai latar belakang kita, selemah apapun, bisa diubah menjadi sumber berkat luar biasa.

Dibalik segala kelemahan kita, kuasa Tuhan justru menjadi sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar